Judul: Seandainya
Penulis: Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gagas Media
Tebal: 226 halaman
Tahun Terbit: 2012
Rating: 2/5
|
Aku akan menjadi buih....
Seperti putri duyung di dongeng itu, kelak aku akan menjadi buih dan membawa mati semua rahasia hatiku. Sebut aku pesimis, tapi sudah terlalu lama aku menunggu saat yang tepat untuk kebenaran itu. Dan selama itu, aku melihat bagaimana benih-benih perasaanmu padanya pelan-pelan tumbuh hingga menjadi bunga yang indah.
Aku kalah bahkan jauh sebelum mulai angkat senjata. Kau ada di hidupku, tapi bukan untuk kumiliki. Kerjap mata indahmu hanya untuk dia dan selamanya itu tak akan berubah. Meski begitu, kenapa aku tidak berusaha berbalik dan mencari jalan keluar dari bayang-bayang dirimu?
Jika suatu hari kau menyadari perasaanku ini, kumohon jangan menyalahkan dirimu. Mungkin memang sudah begini takdir rasaku. Cintaku padamu tak akan pernah melambung ke langit ketujuh. Aku hanya akan membiarkan buih-buih kesedihanku menyaru bersama deburan ombak laut itu. Karena inilah pengorbanan terakhirku: membiarkanmu bahagia tanpa diriku....
.....
Ber-setting di kota Surabaya, cerita berawal pada tahun 2002, ketika Rizki, Juno, Arma, dan Christine bertemu untuk pertama kalinya. Juno dan Arma merupakan adik-kakak. Arma sempat harus meninggalkan bangku sekolah selama setahun, sehingga kini ia harus menjadi seangkatan dengan sang adik. Pertemuan tersebut adalah titik awal dimulainya persahabatan mereka di bangku SMA. Lalu waktu melangkah ke tahun 2004, di mana konflik mulai muncul--tentang perasaan, mimpi, keluarga... yang dipendam terlalu lama. Waktu pun melompat ke tahun 2010, saat dua orang dari mereka berempat harus menerima akibat dari bungkamnya mereka akan perasaan masing-masing.
Buku ini adalah salah satu bukti kenapa saya nggak boleh menaruh harapan terlalu tinggi--terhadap apapun. Windhy Puspitadewi adalah salah satu penulis favorit saya. Saya ngikutin hampir semua karyanya, kecuali yang 'Run! Run! Run!', dan semuanya meninggalkan kesan yang cukup mendalam. Tapi, di buku 'Seandainya' ini, nggak begitu. Saya, jujur aja, kecewa. Dari segi alur, menurut saya perpindahannya terlalu cepat; dimulai dari pertemuan Rizki, Juno, Arma, dan Christine, lalu cerita mulai fokus pada masing-masing karakter, dan diakhiri dengan sesuatu yang tidak dijelaskan di awal maupun tengah cerita. Chemistry persahabatan mereka juga kurang terasa karena mereka berempat jarang sekali diceritakan berinteraksi bersama.
Sedangkan dari segi karakter, saya nggak punya ketertarikan yang cukup mendalam, mungkin karena perpindahan sudut pandang yang terlalu sering. Tapi, yang saya suka dari novel-novel Windhy adalah betapa bijak dan dewasa para karakternya, membuat saya berpikir bahwa mungkin masih ada, lho, pria yang benar-benar baik di dunia ini. Lewat para karakternya, saya bahkan bisa mengambil banyak kutipan yang keren banget. Satu lagi yang membuat novel ini begitu 'Windhy', yaitu bahasanya yang formal dan cenderung puitis, nggak peduli tokoh-tokohnya yang masih duduk di bangku SMA.
Meski ada kekurangan di sana-sini, novel 'Seandainya' nggak membuat saya kapok kok untuk tetap setia menunggu dan membaca karya-karya Windhy selanjutnya. Semoga nantinya bisa lebih baik dan mengobati kekecewaan saya pada buku ini. Dan, oh ya, salah satu alasan saya membeli buku ini, selain karena faktor penulis, adalah karena cover-nya yang manis, antik, unik banget. Bravo untuk ilustratornya! :)